Lebih Dari 300 RS Ikuti Webinar Outlook Kebijakan Transformasi Digital RS dan Fasyankes 2024

PT ISM PERSI berkolaborasi dengan PT Oracle Indonesia menggelar Webinar “Outlook Kebijakan Transformasi Digital Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan tahun 2024” melalui Zoom, hari ini, 19 Desember 2023. Webinar ini merupakan penutup dari Serial Webinar ”Implementasi EMR Berdasarkan Evidence Based Approach” yang telah empat kali diselenggarakan secara daring dan satu kali penyelenggaraan luring.

Ketua Umum Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) dr. Bambang Wibowo, Sp.O.G, SubSp.K.Fm, MARS, FISQua menyatakan kegiatan ini merupakan bentuk dukungan PERSI terhadap Rumah Sakit dalam mengimplementasikan digitalisasi dan Rekam Medis Elektronik (RME/EMR).

“Melalui Kompartemen Pusat Data dan Informasi PERSI, kami sekitar 1,5 tahun lalu sudah pernah melakukan survei yang diikuti 500 Rumah Sakit, hasilnya 13% Rumah Sakit sama sekali belum mengimplementasikan digitalisasi. Penyebabnya, mulai dari pembiayaan, infrastruktur, komitmen pemilik hingga kepemimpinan,” kata dr. Bambang.

Selanjutnya, Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan drg. Yuli Astuti Saripawan, M. Kes dalam paparannya yang berjudul Target Transformasi Sistem Kesehatan di Tahun 2024 dalam Penerapan RME menyatakan terdapat 6 tingkat atau level integrasi RME ke dalam SATUSEHAT.

“Dari enam level EMR, per tanggal 31 Desember 2024, level 1 harus sudah diterapkan. Selanjutnya ke level 2 dan seterusnya sampai ke level 6,” kata drg. Yuli.

Capaian survei yang dilakukan pada Oktober 2023, kata drg. Yuli, menemukan fakta bahwa sebanyak 1.095 Rumah Sakit belum menerapkan RME, 864 Rumah Sakit menerapkan sebagian atau minimal 3 pelayanan dari total 6 pelayanan yaitu pendaftaran, rawat jalan, rawat inap, laboratorium, radiologi dan farmasi, serta sebanyak 489 Rumah Sakit sudah menerapkan RME sepenuhnya di 6 jenis pelayanan.

drg. Yuli mengingatkan kebijakan terbaru terkiat RME yaitu UU No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan atau yang populer disebut Omnibus Law Kesehatan menyebutkan, setiap tenaga medis dan tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan perseorangan wajib membuat rekam medis. Disebutkan pula, dalam hal pelayanan kesehatan perseorangan dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan selain tempat praktik mandiri, penyelenggaraan rekam medis merupakan tanggung jawab fasilitas pelayanan kesehatan. Rekam medis harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan.

UU tersebut juga menyebutkan, setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan tenaga medis atau tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan atau tindakan. Rekam medis harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh tenaga medis, tenaga kesehatan dan pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan. RME wajib diselenggarakan oleh seluruh fasilitas layanan kesehatan dan diberikan waktu transisi paling lambat 31 Desember 2023.

Seluruh Fasyankes wajib memiliki sistem elektronik dan menyelenggarakan RME harus mengikuti standar variable dan metadata meliputi definisi, format, dan kodifikasi termasuk protokol pertukaran data yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan. Pasien berhak mendapatkan isi rekam medisnya dan memberikan ijin bagi Fasilitas Kesehatan dan Tenaga Kesehatan untuk mengaksesnya. Selain itu, Rumah Sakit juga wajib terhubung melalui platform terintegrasi dan berinteroperabilitas ke SATUSEHAT yang telah disediakan oleh Kementerian Kesehatan.

Terkait teknologinya, lanjut drg. Yuli, Kementerian Kesehatan membebaskan Rumah Sakit untuk memilih fasilitas server, cloud computing atau komputasi awan, serta media penyimpanan digital lainnya.

Nara sumber lainnya, Chief Digital Transformation Office (DTO) Kementerian Kesehatan Setiaji, ST., M.Si menyatakan urgensi digitalisasi rekam medis dipicu oleh tidak efisiennya waktu dan biaya yang harus dialokasikan untuk penyimpanan rekam medis manual serta kesulitan yang dialami masyarakat untuk memantau riwayat kesehatan pribadinya.
“Untuk itu kita sudah sepakat, selanjutnya psk Setiaji menyatakan EMR yang interoperable atau terintegrasi dengan SATUSEHAT selain akan memudahkan pasien juga akan membantu pemantauan kondisi kesehatan di setiap wilayah, analisa dampak kebijakan dan program kesehatan, menjadi alat pengawasan, serta pengambilan keputusan yang terukur dan tepat sasaran.”

Setiaji menegaskan, segala bentuk dukungan atas kebijakan tersebut, diapresiasi Kementerian Kesehatan, namun juga terdapat sanksi administratif apabila Rumah Sakit dinilai lalai dalam melaksanakan integrasi. “Sanksi administratif dapat dikenakan apabila penyelenggaraan EMR tidak dilaksanakan, mulai dari teguran tertulis, rekomendasi penyesuaian status akreditasi, hingga rekomendasi pencabutan status akreditasi. Tentunya dengan pencabutan akreditasi ini akan berpengaruh pada kerja sama Rumah Sakit dengan BPJS Kesehatan. Seperti kita ketahui BPJS Kesehatan tidak akan bekerja sama dengan Rumah Sakit yang tidak memiliki akreditasi,” ujar Setiaji.

Target integrasi platform SATUSEHAT pada 2023, lanjut Setiaji, berfokus pada seluruh wilayah Indonesia dengan target 30 ribu fasyankes atau 50% ֥ dari total secara kumulatif. “DTO telah melakukan lebih dari lima kali sosialisasi, Data teraknyit RS yang sudah terregistrasi di SATUSEHAT udah mencapai 70%. Tanggal 13 Desember 2023, menteri Kesehatan sudah mengeluarkan Surat Edaran tentang sanksi administrasi bagi Rumah Sakit yang belum menerapkan EMR, Tentunya sebelum teguran disampaikan ada pendataan terkait hambatan yang dialami oleh Rumah Sakit dalam menerapkan EMR, Setiaji mengharapkan hambatan yang dialami Rumah Sakit dalam implementasi EMR diinformasikan ke DTO Kemenkes, misalnya karena koneksi listrik atau internet. Walaupun idelanya hal itu sudah teratasi karena Rumah Sakit memiliki dana dari BPJS Kesehatan.”

Pada sesi paparan teknologi, Senior Manager Cloud Platform Oracle Indonesia Rivelino Hasugian menjelaskan tentang Healthcare Digital Transformation yang dikembangkan Oracle. Sistem yang juga melibatkan kecerdasan buatan yang dilandasi semangat untuk mempermudah pasien, misalnya dengan mudahnya mengisi data pasien yang pertama kali berobat ke Rumah Sakit. Berikutnya, dokter dapat menggunakan tekonologi perintah suara untuk mengakses rekam medis pasien sebelumnya serta mengetahui hasil pemeriksaan yang dilakukan perawat, misalnya tekanan darah, denyut nadi, suhu dan pernapasan.

“Oracle terbuka untuk berkomunikasi dengan masing-masing Rumah Sakit, untuk mengetahui solusi yang bisa diterapkan. Teknologi data yang diterapkan bisa beragam, termasuk komputasi awan. Khusus untuk penyimpanan di komputasi awan ini memang paling kami rekomendasikan karena setiap ada teknologi baru yang akan dimasukkan dalam sistem Rumah Sakit, akan dengan mudah dilakukan. Kami sendiri akan membawa teknologi komputasi awan milik Oracle ke Indonesia pada pertengahan 2024 sehingga bisa memenuhi kebutuhan aturan yang menyebutkan data kesehatan tidak boleh disimpan di luar Indonesia,” kata Rivelino.

Webinar kali ini diikuti 316 peserta melalui Zoom dan rekamannya dapat disaksikan dalam YouTube Persi Pusat. Ke depan, PT ISM PERSI akan terus melakukan berbagai program sosialisasi dan dukungan lainnya untuk Rumah Sakit bekerja sama dengan berbagai pihak. (IZn – persi,or,id)