PPDS Berbasis Rumah Sakit Pendidikan Diluncurkan di RSAB Harapan Kita, Kejar Kekurangan Jumlah dan Pemerataan Dokter Spesialis

Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Berbasis Rumah Sakit Pendidikan (hospital based) resmi diluncurkan di RSAB Harapan Kita, Jakarta. PPDS Berbasis Rumah Sakit Pendidikan di RSAB Harapan Kita sendiri menampung kandidat spesialis Program Studi Spesialis Anak sebanyak 6 kuota. 

Peluncuran dilakukan Presiden Joko Widodo, didampingi Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Pendidikan Nadiem Anwar Makarim, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, serta Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan, jumlah kuota penerimaan peserta PPDS hospital based Batch 1 sebanyak 38 orang. Selain RSAB Harapan Kita, terdapat 5 RS milik Kemenkes yang sudah ditunjuk sebagai RSP-PU Pilot atau percontohan untuk program studi dokter spesialis, yaitu RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita: program studi jantung (6 kuota), RS Ortopedi Soeharso: program studi orthopaedi dan traumatologi (10 kuota), RS Mata Cicendo: program studi mata (5 kuota), RS Pusat Otak Nasional: program studi saraf (5 kuota), serta RS Kanker Dharmais: program studi onkologi radiasi (6 kuota).

“Saat ini harus ada terobosan, kita harus berani memulai. Dengan 24 fakultas kedokteran yang dapat menyelenggarakan pendidikan dokter spesialis dan 420 rumah sakit dari 3.000 RS di Indonesia berpotensi menjadi RS Pendidikan, ini harus dijalankan bersama-sama agar segera menghasilkan dokter spesialis yang sebanyak-banyaknya dengan standar internasional,” tutur Presiden dalam kata sambutannya.

Selanjutnya, Menkes menegaskan, program Ini juga penting mengingat rasio dokter dibanding penduduk sangat rendah, yakni 0,47 per 1.000 penduduk. Rasio tersebut menempatkan Indonesia pada peringkat ke-147 di dunia. Saat ini, jumlah dokter umum hanya sebanyak 156.310 dokter. Dengan target 1 dokter umum per 1.000 penduduk, Indonesia masih kekurangan 124.294 dokter umum. Rata-rata, terdapat sekitar 12.000 lulusan setiap tahun dari 117 fakultas kedokteran di Indonesia. 

Sementara, terkait dokter spesialis, lanjut Menkes, jumlahnya mencapai 49.670. Menurut Bappenas, rasio ideal dokter spesialis, yakni 0,28 per 1.000 penduduk. Dengan demikian, Indonesia masih kekurangan 29.179 dokter spesialis. Rata-rata, terdapat sekitar 2.700 lulusan setiap tahun dari 24 fakultas kedokteran penyelenggara pendidikan dokter spesialis saat ini. Selain itu, distribusi dokter spesialis juga tidak merata. Sekitar 59% dokter spesialis terkonsentrasi di Pulau Jawa.

Dari sisi kualitas, dokter spesialis lulusan program berbasis rumah sakit ini setara dengan dokter spesialis lulusan program pendidikan di dunia. Pasalnya, Kemenkes melibatkan seluruh kolegium di Indonesia dan kolegium dari luar negeri serta Accreditation Council for Graduate Medical Education (ACGME) sebagai organisasi akreditasi yang menetapkan standar pendidikan rumah sakit dari rumah sakit pendidikan terkemuka seperti Mayo Clinic dan Johns Hopkins Hospital. “ACGME untuk bantu memastikan semua standar lulusan rumah sakit pendidikan di Indonesia sama dengan standar dari John Hopkins dan Mayo Clinic,” kata Menkes Budi.

Menkes menegaskan, Kementerian Kesehatan ingin mengatasi masalah utama yang belum terselesaikan selama 79 tahun, yakni distribusi dokter tidak merata. Karena itu, Kemenkes merumuskan kebijakan rencana 15 tahun ke depan, salah satunya adalah PPDS Berbasis Rumah Sakit Pendidikan.

Saat ini, lanjut Menkes, dengan hanya 2.700 lulusan per tahun, butuh lebih dari 10 tahun untuk memenuhi kebutuhan dokter spesialis. Dengan hospital based bisa mempercepat pemenuhan dokter spesialis dari 10 tahun menjadi sekitar 5 tahun. “Kita perlu mendistribusikan sekitar 29.000 dokter spesialis sampai ke level kabupaten/kota dan ini akan secara dinamis kita lakukan,” ujar Menkes Budi. (IZn – persi.or.id)