RSUP Dr Sardjito Yogyakarta Dukung Skrining Hipotiroid Kongenital, Cegah Bayi Cacat, di Kabupaten Hulu Sungai Selatan

Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Sardjito Yogyakarta mendukung program Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) di wilayah Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), Kalimantan Selatan, sebagai upaya preventif mengurangi risiko kecacatan pada anak.

Kerja sama itu tertuang dalam nota kesepakatan yang ditandatangani pada Rabu, 6 April 2023 oleh Bupati Hulu Sungai Selatan (HSS), Bapak Achmad Fikry dan Direktur Utama RSUP Dr Sardjito, dr. Eniarti, M.Sc, Sp.KJ, MMR,

“Kerja sama tersebut merupakan salah satu transformasi layanan primer yang menekankan pada upaya promotif dan preventif. Nota kesepakatan ini menjadi landasan Pemkab HSS dan RSUP Dr Sardjito untuk mendukung percepatan pelaksanaan program-program nasional. Kami berharap ke depan akan semakin banyak kerja sama yang bisa dilakukan dengan RSUP Dr Sardjito,” kata Fikry melalui keterangan tertulis.

Direktur Utama RSUP Dr Sardjito dr. Eniarti, M.Sc, Sp.KJ, MMR menyampaikan apresiasi terhadap kepercayaan kepercayaan dari Pemkab HSS. “Kami juga sangat mengapresiasi kepedulian Bupati HSS di bidang kesehatan, terutama untuk generasi penerus di Kabupaten HSS,” ujar dr. Eniarti.

dr. Eniarti memaparkan, kelainan kongenital akan menjadikan tumbuh kembang anak tidak sempurna. SHK adalah skrining/uji saring pada bayi baru lahir untuk memilah bayi yang menderita Hipotiroid Kongenital (HK).

Skrining dilakukan dengan pengambilan sampel darah pada tumit bayi yang berusia minimal 48 sampai 72 jam dan maksimal 2 minggu oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan pemberi layanan Kesehatan Ibu dan Anak (baik FKTP maupun FKRTL), sebagai bagian dari pelayanan neonatal esensial. Darah diambil sebanyak 2-3 tetes dari tumit bayi kemudian diperiksa di laboratorium. Apabila kadar tiroidnya rendah, maka hasilnya positif, sehingga bayi harus segera diobati sebelum usianya 1 bulan agar terhindar dari kecacatan, gangguan tumbuh kembang, keterbelakangan mental dan kognitif. Pengobatannya sendiri bisa berlangsung seumur hidup. (IZn – persi.or.id)