ISM PERSI dan Oracle Indonesia Gelar Webinar Implementasi EMR dengan Pendekatan User Friendly, Dikuti 400 RS

PT. Oracle Indonesia tengah menyiapkan cloud atau komputasi awan yang berlokasi di Indonesia yang berpotensi dimanfaatkan rumah sakit untuk menyimpan data serta mengoperasikan Rekam Medis Elektronik (EMR). Keberadaan cloud yang berlokasi di dalam negeri ini sesuai dengan regulasi pemerintah yang mewajibkan data kesehatan hanya boleh ditempatkan di Indonesia.

Demikian terungkap dalam Serial Webinar: Implementasi EMR dengan Pendekatan User Friendly (Arsitektur Teknologi EMR) yang merupakan serial kedua dalam rangkaian Serial Webinar: Implementasi EMR Sesuai Kebutuhan RS Berbasis Evidence Based yang diselenggarakan PT. Info Sarana Medika (ISM) PERSI bekerjasama dengan PT. Oracle Indonesia.

Pada acara yang diselenggarakan melalui Zoom, Senin, 30 Oktober 2023 itu hadir sebagai narasumber Principal Technology Solution & Cloud Architect Oracle Indonesia Muhammad Luthfi, Senior Manager Cloud Platform Oracle Indonesia Rivelino Hasugian, serta Ketua Tim IT RS Annisa Tangerang, Banten Fikar Ryan Wijaya. Sedikitnya 400 peserta dari kalangan pimpinan, manajemen dan divisi IT rumah sakit mengikuti acara tersebut.

Luthfi menjelaskan, terkait Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No 24 Tahun 2022 yang mewajibkan pelaksanaan EMR pada 1 Januari 2024, pihaknya siap mendukung RS dengan menyediakan dua opsi. Pertama, rumah sakit bisa membeli sistem di awal atau opsi kedua, rumah sakit menggunakan cloud yang disediakan Oracle dan menyewanya sesuai kebutuhan.

Sebelumnya, Wakil Ketua 3 PERSI dr. Koesmedi Priharto, Sp.OT, M.Kes dalam sambutannya menyatakan dari 3.200 rumah sakit yang ada di Indonesia, baru seperempatnya yang telah benar-benar siap melaksanakan EMR. “Terdapat 7 level EMR yang ditetapkan, kemungkinan pada 1 Januari 2024 mencakup level 1 dan 2. Kami berupaya mendukung rumah sakit untuk membantu teman-teman menyelesaikan kesulitan ini. Kami bekerjasama dengan Oracle untuk membantu menjembatani kesulitan yang dihadapi rumah sakit,” kata dr. Koesmedi.

Sementara, Fikar Ryan menjelaskan, arsitektur aplikasi adalah rekayasa perangkat lunak terdapat konsep perancangan dan struktur dasar dari suatu sistem aplikasi. Arsitektur aplikasi ini bisa menjadi rencana cetak-biru dalam mendeskripsikan fungsional dari kebutuhan kebutuhan perangkat lunak yang didesain, agar arsitektur teknogolgi EMR yang dikembangkan RS bisa mengakomodir kebutuhan digitalisasi RS untuk jangka panjang.

Salah satu pertanyaan yang mengemuka dilontarkan Muhlis dari RS Muhammadiyah Palembang mengupas tentang tanda tangan digital. ”Bagaimana RS Annisa menyiapkan sistem tanda tangan, apakah dengan QR Code, bagaimana kebijakan yang diterapkan apakah mengacu pada aturan Kementerian Kesehatan?”

Menjawab hal itu, Fikar Ryan menyatakan aturan yang ditetapkan Kominfo tidak menyebutkan secara spesifik terkait tanda tangan digital yang harus tersertifikasi. ”Kami menyakini baik terserfifikasi maupun tidak, sama-sama tanda tangan digital sehingga kami menggunakan tanda tangan digital yang disertai keterangan yang dirasa perlu, misalnya nomor surat izin praktik (SIP) dokter serta tanggal dokumen dibuat. ”

Muncul juga pertanyaan terkait waktu dan besaran biaya yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan digitalisasi rumah sakit secara keseluruhan. Fikar Ryan menjawab, biaya yang harus disiapkan menyangkut kebutuhan perangkat keras dan lunak, di antaranya laptop hingga tablet yang harus disediakan sesuai jumlah tenaga yang bertugas, termasuk untuk dokrer dan perawat yang bertugas pada shift tersebut.

Sementara Luthfi menjawab, kebutuhan biaya akan bisa diketahui setelah diskusi intens untuk menelusuri kondisi rumah sakit saat ini serta kondisi yang diharapkan.”Sesuai pertemuan ini nanti kami akan mendatangi Bapak dan Ibu untuk berdiskusi terkait solusi yang bisa ditempuh,” kata Luthfi. (IZn – persi.or.id)