Nakes dan RS Wajib Waspadai Penularan Hepatitis B

Penyakit sirosis hati menempati peringkat delapan pada penyakit katastropik yang menyedot dana BPJS Kesehatan terbesar. Pada 2022, kasus penyakit ini yang ditangani dalam skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mencapai 193.989 dan menghabiskan anggaran Rp330 miliar.

”Dana itu dihabiskan untuk menangani komplikasi yang ditimbulkan, sementara penanganan terbaik adalah transplantasi. Indonesia dalam hal ini RSCM mampu melakukannya, terlepas dari tantangan dalam mencari cangkok. Di Indonesia anggaran yang dibutuhkan untuk transplantasi itu total Rp 1,2-1,5 miliar, sementara di Singapura mencapai Rp3 miliar. Artinya Indonesia sebenarnya lebih murah,” kata dr. Irsan Hasan, Sp.PD-KGEH, Divisi Hepatobilier, Departemen Penyakit FKUI/RSCM dalam Webinar kolaborasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) dengan PT Bio Farma (Persero) bertema Pentingnya Vaksinasi Hepatitis B bagi Tenaga Kesehatan pada Sabtu, 12 Agustus 2023.

Kegiatan ini menjadi bagian rangkaian peringatan Hari Hepatitis Sedunia 2023 yang jatuh pada 28 Juli lalu dan ditetapkan WHO mengambil tema One Life One Liver. Acara ini dibuka Sekretaris Umum PERSI dr. Tri Hesty Widyastoeti, Sp.M, MPH serta Direktur Medis dan Hubungan Kelembagaan Bio Farma dr. Sri Harsi Teteki, M.Kes, serta dimoderatori Anggota Kompartemen Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan PERSI dr. Tonang Dwi Ardyanto, SpPK(K), PhD, FISQua.

Tenaga kesehatan termasuk kelompok rentan pada penularan hepatitis. Prevalensi infeksi hepatitis, terutama hepatitis B, pada tenaga kesehatan 10 kali lebih besar dibandingkan dengan populasi umum. Karena itu, perlindungan berupa vaksinasi harus diberikan.

Risiko tinggi terpapar infeksi hepatitis berasal dari pasien yang bisa didapatkan melalui darah ataupun cairan tubuh lain dalam perawatan ataupun keperluan laboratorium. Paling banyak terjadi saat menggunakan alat dan sebelum membuang alat. Hal ini perlu dicegah agar risiko perburukan akibat infeksi hepatitis bisa dicegah.

Lebih lanjut, dr.Irsan menjelaskan, terdapat beberapa jenis virus hepatitis, yakni hepatitis A, B, C, D, dan E. Namun, di antara semua jenis tersebut, virus hepatitis B dan C yang perlu lebih diwaspadai karena bisa menimbulkan komplikasi yang berat hingga kematian. Virus ini lebih banyak menular pada bayi yang lahir dari ibu dengan hepatitis, tenaga kesehatan dan tenaga laboratorium, orang yang melakukan aktivitas seksual yang tidak aman, serta pengguna jarum suntik yang tidak steril.

Secara global, 2 miliar penduduk dunia telah terinfeksi hepatitis B. Sebanyak 240 juta di antaranya berlanjut pada kondisi kronis, seperti sirosis dan kanker hati. Sementara kematian yang tercatat mencapai 700.000 orang per tahun. Di Indonesia, Riset Kesehatan Dasar 2013 mencatat, prevalensi hepatitis B mencapai 7,1% atau sekitar 18 juta penduduk. Sebanyak 50% di antaranya berisiko mengalami kondisi kronis. Untuk kasus hepatitis C yang tercatat di Indonesia sebanyak 2,5 juta penduduk.

dr. Irsan menjelaskan, sirosis hati merupakan kondisi lanjutan dari penyakit hati kronik. ”Sebanyak 25% kronik penyakit hati akan menjadi sirosis, berikutnya 3-5% dari sirosis akan menjadi kanker. Pada tahapan ini, sebanayak 1 dari 4 pasien kanker meninggal dunia. Di Indonesia, penyakit hati dipicu peradangan hati banyak dipicu virus dan perlemakan hati,” kata dr. Irsan.

Ia mengingatkan, sirosis hati juga dijuluki penyakit diam-diam namun mematikan karena baru menimbulkan gejala jika sudah mencapai tahap lanjut. (IZn – persi.or.id)