Webinar Persiapan Rumah Sakit menuju Kewajiban EMR 1 Januari 2024 Vol. 02 : RS Annisa Berbagi Kiat Sukses Selaraskan RME dan SIMRS Pada 400 Peserta Webinar

Pentingnya kepemimpinan, dukungan bagi staf klinis hingga urgensi pengembangan berkelanjutan dalam implementasi Rekam Medik Elektronik (RME) dikupas dalam Serial Webinar Persiapan Rumah Sakit menuju Kewajiban RME 1 Januari 2024 Vol. 02.

Webinar berjudul ”Apa saja kendalanya, Bagaimana Tips serta Trik Mengatasinya” itu diselenggarakan PT Info Sarana Medika PERSI pada Rabu, 7 Juni 2023.

Sekretaris Umum Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) dr. Tri Hesty Widyastoeti, Sp.M, MPH saat membuka acara itu menyatakan bahwa regulasi yang mewajibkan RME menimbulkan konsekuensi, pada 31 Desember 2023 sistem itu harus sudah diimplementasikan.

”Dengan konsekuensi pencabutan akreditasi bagi RS yang tidak melaksanakannya, tentunya akan menjadi kendala kerja sama dengan BPJS Kesehatan. Ini menjadi perhatian kita bersama, bagi PERSI dan PT ISM PERSI. Dari faktor internal, RS tentu saja bisa mempersiapkan teknologi, SDM, dan dukungan-dukungan lainnya, namun kami berharap faktor eksternal seperti akses internet yang berada di luar jangkauan RS, kami harap RS juga didukung,” kata dr. Tri Hesty.

Ketua Tim Transformasi Digital RS Annisa Tangerang dr. Dwi Edhityasrini Pratikto, M.M dalam paparannya yang dimoderatori Wakil Ketua 3 PERSI Bidang Kelembagaan dan Kerjasama Dr. Koesmedi Priharto, Sp.OT, M.Kes menyebutkan bahwa pihaknya mulai memberlakukan RME pada 2019. Saat itu belum ada regulasi tentang kewajiban EMR.

“Kami berangkat dari kondisi RS, yang pada 2016-2017 mengalami lonjakan kunjungan setelah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dari semula 400 menjadi 1.000 per harinya. Kami adalah RS tipe C di Tangerang, Banten. Pasien kami sebanyak 90% adalah pasien BPJS Kesehatan. Saat itu kami diminta oleh BPJS Kesehatan untuk mengaplikasikan sistem digital untuk mempermudah klaim,” ujar dr Dwi.

RS Annisa, lanjut dr. Dwi, saat itu juga mengalami kesulitan dengan waktu tunggu keluarnya rekam medis yang menyebabkan dokter seringkali harus menunggu sebelum memeriksa pasien. Tantangan lainnya, kesulitan membaca tulisan dokter serta keharusan dokter menulis ulang rekam medis pada berbagai form.

”Tulisan tidak standar sehingga menyebabkan risiko insiden dan ketidakterbacaan rekam medis menyebabkan klaim tidak optimal. Ada pula sebagian tenaga medis kurang patuh mengisi rekam medis. Biaya pun lebih besar jika masih berupa kertas serta tentu tidak ramah lingkungan.”

Latar belakang itu, kata Dwi, menyebabkan RS Annisa menyakini transformasi rekam medis berbasis kertas menjadi rekam medis elektronik, bukanlah hanya mengubah bentuk fisik dari dokumen rekam medis. Tetapi, merupakan kesempatan untuk mentransformasi proses bisnis rumah sakit menjadi lebih efisien, efektif dan aman.

Selanjutnya, dr. Dwi, RS harus memutuskan akan membangun, membeli, memanfaatkan fasilitas yang sudah ada, tak berbayar serta menyewa. Jika membangun, RS harus menyiapkan sumber daya yang relevan dan dapat dikembangkan terkait biaya, SDM, waktu, serta organisasi. ”Setidaknya dibutuhkan waktu satu tahun untuk proses pengembangan ini.”

Selanjutnya, jika RS memutuskan membeli, harus dipertimbangkan apakah diperlukan pengembangan terus menerus sesuai kebutuhan. Sedangkan saat memutuskan untuk menggunakan perangkat tak berbayar, biasanya terkait pendanaan. ”Harus dipertimbangkan kebutuhan modifikasi, memang sulit dilakukan.”

Jika pilihannya menyewa, maka biaya yang timbul adalah operasional bulanan, namun harus dipertimbangkan kebutuhan pengembangan.

RS Annisa sendiri, kata dr. Dwi Edhityasrini, memutuskan untuk menggunakan jasa vendor atau pengembang, dimulai pada 2016. Saat itu vendor yang ditunjuk belum optimal sehingga diputuskan untuk diganti pada 2018. ”Kami akhirnya mendiskusikan kebutuhan kami yang kemudian dijahit oleh vendor. Kami mulai implementasikan di rawat jalan pada Maret 2019, menyusul Agustus di UGD dan rawat inap.”

Pengembangan lainnya, lanjut dr. Dwi, upaya mengembangkan menyeleraskan RME dengan sistem informasi manajemen RS (SIMRS). Pengembangan itu dilakukan internal, dimulai pada 2021 dan mulai diimplementasikan pada 2022.

”Karena pada dasarnya kami menginginkan RME di RS Annisa dibangun berdasarkan kebutuhan operasional yang diselaraskan dengan regulasi.”
Berdasarkan pengalaman RS Annisa, dr. Dwi juga menekankan pentingnya keterlibatan pimpinan RS dalam pengembangan RME. ”Pimpinan RS harus menjadi pelopor, selain itu tim pengembangan juga harus melibatkan mereka dengan meminta masukan agar keterlibatan bisa optimal, laporkan pula perkembangan implementasi”

Pada 430 peserta Webinar, dr. Dwi juga membagikan kiat-kiat mengimplementasikan RME yaitu mulai implementasi secara bertahap, keterlibatan dan jaminan dari pimpinan atas dan menengah, memperlihatkan tujuan, manfaat, dan kemudahan secara komprehensif, melakukan simulasi dan persiapan matang, pelatihan bagai para pengguna kunci,

”Juga utamakan agar layanan berjalan dengan lancar, jika perlu kembali ke manual jika terjadi stagnansi. Tim pengembang juga harus terbuka dengan masukan, buka saluran untuk menyampaikan keluhan,, berikan kompensasi bagi pengguna yang berkomitmen serta tentunya evaluasi berkala.” (IZn – persi.or.id)